

Posted By: Redaksi
Zona Raflesia.Com || EMPAT LAWANG, — Kepolisian Resor (Polres) Empat Lawang mulai menyelidiki laporan dugaan pencemaran nama baik terhadap seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang menjabat sebagai Penjabat (Pj) Kepala Desa Kemang Manis, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.
Laporan tersebut berkaitan dengan unggahan akun TikTok @satusuara27 yang menampilkan rekaman video percakapan antara sejumlah orang yang diduga perangkat desa dengan Pj Kepala Desa Kemang Manis. Rekaman itu menyinggung soal pemecatan perangkat desa yang terjadi pasca-Pilkada Empat Lawang 2024.
Polres Empat Lawang memanggil seorang jurnalis media online bernama Syapri untuk dimintai klarifikasi terkait video tersebut. Pemanggilan dilakukan berdasarkan surat nomor: B/268/IV/2025/Reskrim tertanggal 16 Mei 2025, sebagai tindak lanjut dari Laporan Informasi Nomor: R/LI-46/II/2025/Reskrim tanggal 8 Februari 2025. Ini merupakan panggilan kedua setelah sebelumnya yang bersangkutan tidak hadir.
Dalam pemeriksaan pada Rabu (21/5/2025), Syapri dicecar lebih dari 25 pertanyaan oleh penyidik. Pemeriksaan berfokus pada dugaan keterkaitannya dengan video yang diunggah akun TikTok @satusuara27. Selain Syapri, sejumlah mantan perangkat Desa Kemang Manis juga telah dimintai keterangan.
Video yang menjadi sorotan itu diduga berkaitan dengan kebijakan Pj Kepala Desa yang memberhentikan sejumlah perangkat desa usai pemilihan kepala daerah. Pemecatan ini ditengarai terkait dugaan keberpihakan politik kepala desa terhadap salah satu pasangan calon bupati. Video yang beredar memicu perdebatan publik lantaran dinilai menunjukkan adanya tekanan politik terhadap perangkat desa.
Polisi menyelidiki dugaan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal tersebut mengatur tentang tindakan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain melalui sistem elektronik.
Namun, menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU/XXII/2024, pasal itu tidak lagi dapat digunakan oleh pejabat pemerintah, institusi negara, atau korporasi untuk memidanakan warga negara. MK menegaskan bahwa pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE hanya berlaku dalam konteks pribadi antarindividu.
Dengan putusan tersebut, sejumlah kalangan mempertanyakan kelanjutan proses hukum terhadap laporan ini. Apalagi, pelapor disebut-sebut masih aktif menjabat sebagai pejabat desa.
“Semestinya dilakukan gelar perkara terlebih dahulu untuk memastikan apakah unsur pidana terpenuhi. Apalagi dalam konteks pelapor yang merupakan pejabat publik, seharusnya ada perlindungan terhadap kebebasan berekspresi warga,” kata seorang pegiat hukum yang enggan disebutkan namanya.
Pihak kepolisian belum memberikan pernyataan resmi terkait hasil sementara pemeriksaan terhadap Syapri dan sejumlah saksi lainnya.
Publik menunggu kejelasan arah penegakan hukum dalam kasus ini, termasuk kejelasan atas isi video yang beredar dan apakah terdapat unsur pelanggaran atau sekadar ekspresi atas ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah desa.
Editor: Redaksi-ZR
