

Posted By: Redaksi
Zona Rafflesia.com – Kasus dugaan perjalanan dinas fiktif di Sekretariat DPRD Kabupaten Bengkulu Utara terus berkembang dan menyeret semakin banyak pihak. Skandal ini bermula dari perjalanan dinas luar daerah pada tahun anggaran 2023 yang diduga tidak pernah dilakukan, namun anggarannya tetap dicairkan. Tak hanya menyasar pejabat internal Sekretariat DPRD, aliran dana haram ini juga dikabarkan merembet ke sejumlah pihak eksternal, termasuk unsur pimpinan DPRD.
Penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Arga Makmur telah mengungkap kelebihan bayar dalam anggaran perjalanan dinas yang mencapai Rp5,6 miliar. Temuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa praktik ini terstruktur.
Berdasarkan hasil informasi dan penggeledahan modus operandi yang digunakan dalam skandal ini melibatkan manipulasi bukti-bukti perjalanan dinas, termasuk ditemukannya bukti stempel palsu.
Informasi yang diterima redaksi menyebutkan bahwa aliran dana dari perjalanan dinas fiktif ini tidak hanya berhenti di level staf atau pejabat Sekretariat DPRD, tetapi juga diduga mengalir ke unsur pimpinan DPRD.
Sejarah penanganan kasus korupsi di daerah kerap menunjukkan pola yang sama: staf administrasi atau pejabat eselon bawah menjadi korban, sementara aktor intelektual di balik skema korupsi tetap melenggang bebas. Dugaan praktik perjalanan dinas fiktif yang terjadi di Sekretariat DPRD Bengkulu Utara seharusnya tidak hanya menyasar pelaksana teknis, tetapi juga mengusut apakah ada keterlibatan unsur pimpinan DPRD dalam menyetujui dan menikmati hasil dari skema ini.
Dalam banyak kasus serupa, perjalanan dinas fiktif tidak mungkin berjalan tanpa adanya persetujuan atau setidaknya pembiaran dari pihak-pihak yang memiliki kewenangan lebih tinggi. Jika penyidikan hanya berfokus pada Setwan tanpa menelusuri kemungkinan dugaan keterlibatan pimpinan DPRD periode 2019 – 2024.
Jika hal ini terbukti, maka skandal ini tidak lagi sekadar kesalahan administratif, melainkan sebuah kejahatan keuangan yang melibatkan pejabat tinggi di legislatif.
Ishak Burmansyah dari LSM Pekat Provinsi Bengkulu menegaskan bahwa penyelidikan harus dilakukan secara transparan dan menyeluruh.
“Tidak boleh ada tebang pilih dalam kasus ini. Jika unsur pimpinan DPRD benar-benar menerima aliran dana dari SPPD fiktif, maka mereka juga harus dimintai pertanggungjawaban. Jangan sampai hanya staf bawahan yang dikorbankan, sementara aktor utama dibiarkan bebas,” ujarnya.
Saat ini, Kejari Bengkulu Utara masih menunggu Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang akan menjadi dasar dalam menentukan langkah hukum selanjutnya.
Kini, perhatian tertuju pada Keputusan Kejari Bengkulu Utara. Apakah mereka akan berani mengusut kasus ini hingga ke tingkat pimpinan DPRD Ataukah skandal ini hanya akan berhenti di level staf dan pegawai Sekretariat DPRD
“Jika hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu, maka kasus ini bisa menjadi batu loncatan dalam upaya memberantas korupsi di legislatif daerah. Namun, jika hanya segelintir orang yang dikorbankan sementara pelaku utama tetap bebas, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Bengkulu Utara.”Ishak Burmansyah.
